Tuesday, December 7, 2010

Izinkan Aku Cuti Dari Dakwah Ini

dipetik daripada:www.iluvislam.com
Dihantar Oleh : febrianty


Jalan-jalan di ibukota masih lagi sibuk sehingga larut malam begini, dengan kenderaan yang terus berlalu lalang, juga dengan kehidupan manusia-manusia malam yang seakan tidak akan pernah tidur.

Namun kini hatiku tak seriuh jalan-jalan di kota ini. Sunyi. Itulah yang sedang kurasakan. Bergelut dengan aktiviti dakwah yang menyita banyak perhatian, baik tenaga, harta, waktu dan sebagainya, seakan menempa diriku untuk terus belajar menjadi mujahid tangguh.

Tapi kini, hatiku sedang dirundung kekecewaan. Kecewa akan saudara-saudaraku dalam barisan dakwah yang katanya amanah, komitmen, bersungguh-sungguh namun seakan semua itu hanyalah teori-teori dalam pertemuan mingguan.

Hanya dibahas, ditanya jawabkan untuk kemudian disimpan dalam catatan kecil atau buku agenda yang sudah lusuh hingga pertemuan mereka seterusnya lagi, tanpa ada amal perbaikan yang lebih baik. Ya… Mungkin itu yang ada dibenakku saat ini tentang su’udzon-ku terhadap mereka, setelah seribu satu alasan untuk ber-husnudzon.


Kini kutermenung kembali akan hakikat dakwah ini. Sebenarnya apa yang kita cari dari dakwah? Dimanakah yang dinamakan konsep amal jama'i yang sering diceritakan indah? Apakah itu hanya pemanis cerita tentang dakwah belaka? Apakah ini yang disebut ukhuwah?

Seringnya terlontar kata-kata "Afwan akh, ana tak mampu bantu banyak…" atau sms yang berbunyi "Afwan akh, ana tak dapat datang untuk syuro malam ini…" atau kata-kata berawalan "Afwan akh…" lainnya dengan seribu satu alasan yang membuat seorang akh tidak bisa hadir untuk sekadar merencanakan strategi-strategi dakwah kedepannya.

Kalau memang seperti itu hakikat dakwah maka cukup sudah, "Izinkan aku untuk cuti dari dakwah ini, mungkin untuk seminggu, sebulan, setahun atau bahkan selamanya. Lebih baik aku konsenstrasi dengan studiku yang kini sedang berantakan, atau dengan impian-impianku yang belum terpenuhi, atau dengan lebih memperhatikan ayah dan ibuku yang sudah semakin tua, tanpa aku pun dakwah tetap berjalan, bukan???"


Sahabat-sahabatku…

Memang dalam dunia dakwah yang sedang kita geluti seperti sekarang ini, tidak jarang kita mengalami konflik atau permasalahan-permasalahan. Dari sekian permasalahan tersebut terkadang ada konflik-konflik yang timbul di kalangan aktivis dakwah sendiri.

Pernah suatu ketika dalam aktiviti sebuah barisan dakwah, ada seorang ikhwan yang mengutarakan sakit hatinya terhadap saudaranya yang tidak amanah dengan tugas dan tanggungjawab dakwahnya. Di lain waktu di sebuah lembaga dakwah kampus, seorang akhwat "minta cuti" lantaran sakit hatinya terhadap akhwat lain yang sering kali dengan seenaknya berlagak layaknya seorang bos dalam berdakwah.


Pernah pula suatu waktu seorang kawan bercerita tentang seorang ikhwan yang terdzalimi oleh saudara-saudaranya sesama aktivis dakwah. Sebuah kisah nyata yang tak harus terulang namun penuh hikmah untuk diceritakan agar menjadi pelajaran bagi kita.

Ceritanya, di akhir masa kuliahnya sebut saja si X (ikhwan yang terdzalimi) hanya mampu menyelesaikan pengajiannya dalam waktu yang terlalu lama, enam tahun. Sedangkan di lain sisi, teman-temannya sesama (yang katanya) aktivis dakwah lulus dalam waktu empat tahun.

Singkat cerita, ketika si X ditanya mengapa ia hanya mampu lulus dalam waktu enam tahun sedangkan teman-temannya lulus dalam waktu empat tahun? Apa yang ia jawab? Ia menjawab "Aku lulus dalam waktu enam tahun karena aku harus ponteng kuliah untuk mengerjakan tugas-tugas dakwah yang seharusnya dikerjakan oleh saudara-saudaraku yang lulus dalam waktu empat tahun."

Subhanallah… di satu sisi kita merasa bangga dengan si X, dengan semangat jihadnya yang tinggi beliau rela untuk ponteng dan mengulang mata pelajaran demi terlaksananya roda dakwah agar terus berputar dengan mengakumulasikan tugas-tugas dakwah yang seharusnya dikerjakan teman-temannya. Namun di sisi lain kita pun merasa sedih, sedih dengan kader-kader dakwah (saudara-saudaranya si X) yang dengan berbagai macam alasan duniawi rela meninggalkan tugas-tugas dakwah yang seharusnya mereka kerjakan.

Sahabat….

Semoga kisah tersebut tidak terulang kembali di masa kita dan masa setelah kita, cukuplah menjadi sebuah pelajaran berharga….

Semoga kisah tersebut membuat kita sedar, bahawa setiap aktiviti yang di dalamnya terdapat interaksi antara manusia, termasuk dakwah, kita tiada akan bisa mengelakkan diri dari komunikasi hati...

Ya, setiap aktivis dakwah adalah manusia-manusia yang memiliki hati yang tentu saja berbeda-beda. Ada aktifis yang hatinya kuat dengan berbagai macam tingkah laku aktivis lain yang dihadapkan kepadanya. Tapi jangan pula kita lupa bahawa tidak sedikit aktivis-aktivis yang tiada memiliki ketahanan tinggi dalam menghadapi tingkah pola aktivis dakwah lain yang kadang memang sarat dengan kekecewaan-kekecewaan yang sering kali berbuah pada timbulnya sakit hati. Dan kesemuanya itu adalah sebuah kewajaran sekaligus realiti yang harus kita fahami dan kita terima.


Namun apakah engkau tahu wahai sahabat-sahabatku?

Tahukah engkau bahawa seringkali kita melupakan hal itu? Seringkali kita memukul rata perlakuan kita kepada sahabat-sahabat kita sesama aktifis dakwah, dengan diri kita sebagai parameternya. Begitu mudahnya kita melontarkan kata-kata "afwan", "maaf" atau kata-kata manis lainnya atas kelalaian-kelalaian yang kita lakukan, tanpa sedar bahawa sangat mungkin kelalaian yang kita lakukan itu ternyata menyakiti hati saudara kita.

Dan bahkan kita tambahkan alasan bahwa kita hanyalah manusia biasa yang juga dapat melakukan kekeliruan. Kata-kata "afwan", "maaf" dan sebagainya akan sangat tak ada ertinya dan akan sia-sia jika kita terus-menerus mengulangi kesalahan yang sama.

Wahai sahabat-sahabatku…

Memang benar bahwasanya aktivis dakwah hanyalah manusia biasa, bukan malaikat, sehingga tidak luput dari kelalaian, kesalahan dan lupa. Tapi di saat yang sama sedarkah kita bahwa kita sedang menghadapi mereka yang juga manusia biasa? bukan superman, bukan pula malaikat yang boleh menerima perlakuan seenaknya. Sepertinya adalah sikap yang naif ketika kesedaran bahwa aktivis dakwah hanyalah manusia biasa, hanya ditempelkan pada diri kita sendiri.

Seharusnya kesedaran bahawa aktivis dakwah adalah manusia biasa itu kita tujukan juga pada saudara kita sesama aktivis dakwah, bukan cuma kepada kita sendiri. Dengan begitu kita tidak akan dengan seenaknya berbuat sesuatu yang dapat mengecewakan, membuat sakit hati, yang boleh menjadi sebuah kezaliman kepada saudara-saudara kita.

Sahabat…

Adalah bijaksana bila kita selalu menempatkan diri kita pada diri orang lain dalam melakukan sesuatu, bukan sebaliknya. Sehingga semisal kita terlambat atau tidak bisa datang dalam sebuah aktiviti dakwah atau melakukan kelalaian yang lain, bukan hanya kata "afwan" yang terlontar dan alasan bahawa kita manusia biasa yang boleh terlambat atau lalai yang kita tujukan untuk saudara kita.

Tapi sebaliknya kita harus dapat merasakan bagaimana seandainya kita yang menunggu keterlambatan itu? Atau bagaimana rasanya berjuang sendirian tanpa ada bantuan dari saudara-saudara kita? Sehingga dikemudian hari kita tidak lagi menyakiti hati bahkan menzalimi saudara-saudara kita.

Sehingga kata-kata “Akhi… Ukhti… Izinkan aku cuti dari dakwah ini” tidak terlontar dari mulut saudara-saudara kita sesama aktivis dakwah.

~Wallahua’lam…peringatan buat diri sendiri dan sahabat2…semoga sentiasa thabat dalam perjuangan ini…~